(Yogyakarta, 18/1/21). Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – Badan Tenaga Nuklir Nasional (STTN – BATAN), Edy Giri Rachman Putra, Ph. D menyampaikan laporannya terkait dengan perkembangan STTN kepada Sekretaris Utama (Sestama) BATAN, Ir. Agus Sumaryanto, M.S.M pada hari Kamis, 14 Januari 2021 dalam acara rapat Koordinasi dan Arahan Sestama BATAN. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring tersebut, diikuti seluruh pimpinan dan staf STTN BATAN.
Dalam presentasinya, Edy Giri mengawali dengan menyampaikan evaluasi capaian kinerja STTN tahun 2015 – 2019 serta beberapa indikator kinerja STTN yang harus diperbaiki. Edy Giri juga menjelaskan tentang Milestone / Capaian penting STTN dalam kurun 2015 – 2019, yaitu: Pelaksanaan tracer study untuk mendapatkan profil lulusan (2016, 2017, 2019); perluasan jejaring internasional (2016 – 2019); re-akreditasi program studi (2017); sistem informasi akademik STTN yang sudah terintegrasi dengan sistem informasi PNBP online: SINAU dengan SIMPONI (2017); terbentuknya ikatan alumni pada tahun 2017; revitalisasi sarana prasarana pendidikan (2017 – 2019); pelaksanaan international student internship bagi mahasiswa STTN (2017 – 2019); peningkatan anggaran pendidikan (2017 – 2019); pelaksanaan kegiatan bertaraf regional dan international yang dilaksanakan di STTN (2017 – 2019); pengalihan aset BATAN Loka Jepara dari PKSEN ke STTN (2018); akreditasi dan sertifikasi institusi oleh Sucofindo (2018); penambahan sertifikasi kompetensi lulusan (2018 – 2019); penambahan dosen dan tenaga kependidikan PNS dan PPNPN (2017 – 2019); implementasi pelaksanaan kerja sama industri (2019); serta beberapa dokumen / pedoman standar (2019) untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi. “Capaian tersebut tidak diperjanjikan sebagai capaian kinerja STTN di BATAN, tetapi hal tersebut dapat dicapai oleh STTN,” ungkapnya. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kedepannya untuk diperbaiki dan ditingkatkan, yaitu akreditasi program studi, indeks kepuasan masyarakat (IKM) serta penilaian diri budaya keselamatan.
Terkait dengan serapan lulusan STTN, Edy Giri menyampaikan bahwa lebih dari 50% alumni STTN bekerja di industri. Berdasarkan data alumni yang diperoleh, semakin banyak lulusan STTN yang diterima bekerja dengan sertifikasi yang dimiliki. Dengan memiliki sertifikasi kompetensi yang lebih, maka semakin banyak industri yang akan mengincar alumni STTN. Hal tersebut sejalan dengan visi Indonesia Maju 2045 poin 1 yaitu pengembangan SDM, yang salah satunya melalui Pendidikan dan Pelatihan Vokasi. “Menjadi poin penting bagaimana STTN dapat berkontribusi dalam membangun SDM kedepannya menuju Indonesia Maju,” ungkapnya lebih lanjut. Oleh karenanya, peran STTN kedepan untuk bisa menghasilkan SDM berkualitas dalam dunia industri, antara lain memasukkan konsep teaching industry dan menguatkan kurikulum yang terintegrasi sebagai Politeknik kedepannya untuk menghasilkan SDM yang terdidik, terlatih dan tersertifikasi.
“Ubah paradigma kita menjadi perguruan tinggi vokasi. Sertifikasi kompetensi lulusan harus sesuai dengan kebutuhan industri, harus terus dikuatkan dengan terus berkomunikasi dengan industri, bagaimana kebutuhan stakeholder akan kebutuhan SDM nuklir,” ungkap Edy Giri. Oleh karena itu, perlu disiapkan kurikulum berbasis dengan kebutuhan industri. STTN juga harus mulai membuka dosen dari industri atau praktisi (idealnya 50% PT dan 50% Industri), melaksanakan implementasi sistem ganda, pengembangan teaching industry, pelatihan dan pemagangan dosen terutama di industri serta meningkatkan kerja sama dengan lembaga sertifikasi.
Adapun untuk mencapai visi STTN tahun 2045 yaitu menjadi perguruan tinggi vokasi teknologi nuklir berdaya saing global, maka yang harus dilakukan adalah pada tahun 2020 – 2025 STTN harus melakukan penguatan penyelenggaraan pendidikan vokasional teknologi nuklir dengan menjadi politeknik nuklir berstandar nasional (Akreditasi / sertifikasi Nasional A); tahun 2025 – 2030 adalah pengembangan penyelenggaraan pendidikan vokasional teknologi nuklir dengan penguatan menuju politeknik nuklir berdaya saing regional; tahun 2030 – 2035 yaitu melakukan penguatan pendidikan vokasional teknologi nuklir tingkat Asia dengan menjadi politeknik nuklir berdaya saing Regional; tahun 2035 – 2040 melakukan penguatan pendidikan vokasional teknologi nuklir berdaya saing global dan tahun 2040 – 2045 adalah melaksanakan pengembangan pendidikan vokasi teknologi nuklir berdaya saing global (terakreditasi internasional).
Selain itu, Edy Giri juga menyampaikan terkait dengan lima poin dari rencana strategis (Renstra) STTN tahun 2020 – 2024, yaitu penguatan sebagai institusi pendidikan tinggi, penguatan akademik, pendayagunaan sumber daya dan kompetensi iptek nuklir, penguatan kelembagaan sebagai institusi pemerintah, dan penguatan sarana prasarana.
Di akhir presentasinya, Edy Giri kembali mengutip kalimat dari Wikan Sakarinto, M.Sc., PhD. (Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud RI) tentang pentingnya link and super match dengan industri, Dr. Vera Verkhuturova (Deputy Director, Engineering School of Nuclear Science and Technology Tomsk Polytechnic University, Rusia) sehubungan dengan benchmarking terkait kurikulum Nuclear Teaching Industry dan Ir. Ramzy Siddiq Amier, Magister K3 (Direktur PT. Suparco Indonesia), terkait dengan lulusan STTN hendaknya menjadi NDT Technologist. Pentingnya perubahan mindset pendidikan vokasional dan industri juga perlunya orientasi pada kebutuhan industri serta pemangku kepentingan menjadi hal yang harus diperhatikan. (tek)