Yogyakarta-Humas BRIN. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko menyatakan dukungannya dalam pengembangan Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia (Poltek Nuklir). Hal tersebut disampaikannya pada pertemuan dengan sivitas Poltek Nuklir pada Kamis (14/12) lalu.
“BRIN ingin Poltek Nuklir semakin maju, semakin baik. Oleh karenanya, Kawasan Sains dan Edukasi (KSE) dibangun khusus sebagai wujud dukungan edukasi berbasis sains, riset dan inovasi yang dikelola BRIN. Jadi, tidak bisa lagi hanya sekedar melanjutkan, tetapi harus berkembang. Tidak nuklir hanya berbasis reaktor, tetapi juga akselerator,” ungkapnya.
Sebagai Perguruan Tinggi bidang kenukliran, Poltek Nuklir tidak bisa dilepaskan dari tenaga nuklir. “Dengan fasilitas nuklir yang dimiliki, Poltek Nuklir harus menambah jumlah mahasiswa menjadi 1.000 orang dan meningkatkan kualitasnya. Oleh karenanya, perlu dibuka S2 dan S3 terapan dengan pelaksanaan pendidikan sistem boarding,” jelas Handoko.
Menurutnya Poltek Nuklir tidak bisa mendidik tenaga terampil bidang kenukliran seperti mahasiswa pada umumnya, karena lulusan yang dihasilkan harus siap kerja dengan dasar ketenaganukliran. “Harus ada hal yang berbeda. Pola pembelajaran harus diubah, sehingga akan menjadi Politeknik yang spesifik dalam bidang ketenaganukliran. Oleh karenanya, prodinya harus fokus pada ketenaganukliran serta konsisten mengedukasi pasar dengan karakteristik produk bidang kenukliran selain mengikuti kebutuhan dunia kerja,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan, pasar lulusan pendidikan vokasi harusnya bukan lagi dalam negeri, tetapi harus keluar negeri. “Oleh karenanya, diperlukan peningkatan kapasitas lulusan dalam kemampuan berbahasa Inggris,” ungkapnya.
Kedepan menurut Handoko, Poltek Nuklir akan memiliki empat pilar besar keilmuan, pengetahuan dan kompetensi dengan beberapa program studi baru. “BRIN siap mendukung dosen yang akan mengampu mata kuliah dengan metode open call. Yang mengampu adalah orang yang ahli dalam bidang tersebut, sehingga mahasiswa akan diajar oleh orang yang berkompeten dengan minimal studi S3,” terangnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Ilmu pengetahuan dan Teknologi BRIN sekaligus Ketua Dewan Pengarah Poltek Nuklir, Edy Giri Rachman Putra menyatakan bahwa tantangan kedepan Poltek Nuklir sangatlah besar. “Poltek Nuklir akan terus bergerak. Poltek Nuklir harus berubah dan menglobal. Oleh karenanya, BRIN memiliki rencana untuk Poltek Nuklir sebagaimana seharusnya,” ungkapnya.
Edy Giri juga menyampaikan bagaimana menjadikan Poltek Nuklir lebih tampak ke dunia luar dengan memanfaatkan sumber daya kenukliran yang ada untuk bidang pendidikan. “Poltek Nuklir harus segera bertransformasi. Hal ini didasari dengan perubahan organisasi induknya sehingga berbeda proses bisnisnya, adanya kebijakan transformasi pendidikan tinggi, regulasi penyelenggaraan Perguruan Tinggi di Kementerian dan Lembaga (PTKL), serta visi misi Poltek Nuklir harus pada tingkatan yang berbeda,” jelasnya.
Menurutnya, basic kompetensi nuklir bagi Poltek Nuklir berasal IAEA. “Tinggal mengemasnya dalam Body of Knowledge (BoK), pembelajaran, kurikulum dan mata kuliah. Ini merupakan dasar kompetensi bagi seorang pekerja bidang kenukliran. Perlu ada pembenahan BoK di Poltek Nuklir,” terangnya.
Edy Giri juga menyampaikan bahwa kedepan dosen Poltek Nuklir tidak lagi hanya berasal dari Poltek Nuklir, tetapi bisa dari luar, sesuai dengan kompetensinya. “Harus ada perubahan dan penataan sesuai bidang kompetensi. BRIN melalui SDMI memiliki tugas untuk membuat Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang salah satunya dalam bidang kenukliran, sehingga kita bisa merancang dengan baik mulai dari pendidikan hingga regulasi untuk standar pekerjanya,” imbuhnya.
Menurutnya, Poltek Nuklir harus mempunyai peran dan bisa memberi warna bagaimana SKKNI dalam bidang kenukliran yang match dengan dunia kerja. “Peran Poltek Nuklir adalah membangun SDM bidang kenukliran. Oleh karenanya, harus segera bertransformasi,” tutupnya. (tek, rtm)
Sumber : https://ppid.brin.go.id/posts/brin-dukung-program-studi-baru-poltek-nuklir