19 Mar 2022

Poltek Nuklir Manfaatkan Padi Hasil Riset BRIN untuk Pengabdian Masyarakat

Yogyakarta, Humas BRIN. Direktur Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia (Poltek Nuklir), Zainal Arief meninjau Loka Pemantauan Tapak dan Lingkungan (LPTL) – Loka Jepara, Desa Ujung Watu, Kabupaten Jepara pada Selasa (15/3) lalu. Lokasi ini berfungsi sebagai penunjang kegiatan Poltek Nuklir baik sebagai laboratorium lingkungan maupun Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (PPPM) guna mewujudkan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi. “Loka Jepara masih kami manfaatkan sebagai tempat percobaan aplikasi iptek nuklir bidang pemuliaan tanaman, laboratorium lingkungan berbasis nuklir, juga tempat penangkaran benih padi berbasis nuklir,” paparnya.

Lebih lanjut, ia berharap Poltek Nuklir dapat memanfaatkan Loka Jepara ini semaksimal mungkin untuk kegiatan mahasiswa tiga program studi, baik secara akademik maupun non akademik. “Banyak kegiatan yang bisa kita lakukan, baik sebagai sarana pendidikan, pelatihan, penelitian, maupun diseminasi iptek nuklir,” ungkapnya.

Kepala PPPM Poltek Nuklir Ismail menjelaskan, selama ini hasil panen penangkaran padi di Loka Jepara sebagian akan dimanfaatkan sebagai benih dalam pelaksanaan kerja sama kegiatan pengabdian kepada masyarakat, sebagian lainnya untuk stok benih di penanaman periode selanjutnya. “Sebagai contoh, hasil panen tahun sebelumnya sebagian digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat tani di Desa Pakis, Kendal, yang telah panen raya pada bulan Oktober 2021 lalu,” tambahnya. Sebagai laboratorium lingkungan berbasis nuklir, Poltek Nuklir telah melakukan uji coba penanaman padi hasil riset BRIN. Beberapa diantaranya yaitu varietas Mugibat, Mustajab, Bestari, Mira-1 dan Sidenuk.

Dwijo Murdyanto, pegawai BRIN di Loka Jepara menyampaikan, “Varietas padi Mugibat, Mustajab, Bestari, Mira-1 dan Sidenuk ditanam pada area seluas 1.12 ha, dengan masing-masing luasan area padi Mugibat 0.25 ha, Mustajab 0.25 ha, Bestari 0.25 ha, Mira-1 0.25 ha serta Sidenuk 0.12 ha yang semuanya ditanam pada bulan Desember 2021. Harapannya panen kali ini bisa mencapai hasil 5-6 ton,” ungkapnya optimis

Sementara itu Sarmin Priyo Wardoyo menyampaikan bahwa di Jepara ada kearifan lokal Embun Upas, dimana masyarakat enggan menanam padi pada bulan Mei dan Desember. “Kami mencoba menanam padi hasil riset BRIN ini di bulan tersebut, ternyata hasilnya bagus, banyak warga bertanya dan ingin mencoba,” ungkapnya.

“Mugibat adalah singkatan dari Mutasi Unggul Iradiasi BATAN. Varietas ini merupakan hasil mutasi dari varietas Cimelati yang dilepas BP Padi Departemen Pertanian pada tahun 2003,” ujar Sarmin. Menurutnya, Mugibat mempunyai rasa pulen, tahan wereng, potong leher dan hawar daun.

“Sedangkan varietas Mustajab merupakan hasil pemuliaan tanaman dari padi varietas lokal yaitu varietas Jembar dengan menggunakanan teknik mutasi radiasi, yakni melakukan penyinaran radiasi gamma cobalt 60 sebesar 0,2 kilo Grey untuk memperbaiki sifat padi menjadi varietas yang diinginkan,” tambahnya. Ia menjelaskan kelebihan padi Mustajab yang mempunyai batang kokoh, daun bendera tegak, tanamannya kompak, mutu beras dan tahan terhadap beberapa hama dan penyakit.

Sementara itu, Varietas padi Bestari menurut Sarmin bersifat bandel karena tahan terhadap hama wereng dan penyakit hawar daun. “Sementara induknya sangat peka dengan masa tanam 115-120 hari,” tegasnya.

Ia menambahkan, padi Inpari Sidenuk dikembangkan dari varian Diah Suci yang diradiasi sinar gamma dengan dosis 0,2 kGy dari Co-60 yang dilepas pada tahun 2011. “Umurnya yang pendek hanya 103 hari, produktivitasnya yang tinggi, serta cukup tahan hama dan penyakit merupakan keunggulan dari padi ini,” jelas Sarmin. Menurutnya, saat dimasak nasinya menjadi pulen, rasanya enak, menjadikan varian ini banyak digemari masyarakat.

Lain halnya dengan padi Mira 1 yang dilepas tahun 2006, padi ini dikembangkan dari varian Cisantana yang juga diradiasi gamma dari Co-60 dengan dosis 0,2 kGy. “Umur tanamnya tidak jauh berbeda dari padi Inpari Sidenuk yaitu 110 hari. Padi ini memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap hama, sehingga di pasaran harga benihnya sedikit lebih mahal dibanding Inpari Sidenuk,” tutup Sarmin. (tek mn)

Leave a Reply