(Yogyakarta, 11/5/21). Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – Badan Tenaga Nuklir Nasional (STTN – BATAN) adalah perguruan tinggi dibawah kementrian lembaga, yang merupakan pendidikan tinggi vokasi dengan tiga program studi, yaitu Teknokimia Nuklir, Elektronika Instrumentasi dan Elektro Mekanika. Sejak tahun 2007 STTN sudah terakreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), dan pada tahun 2022 akreditasi tersebut berakhir. “Oleh karenanya, dalam proses tersebut STTN perlu pemahaman yang sama dan benar terkait dengan instrumen akreditasi yang saat ini terjadi perubahan sistem akreditasi melalui Permendikbud No 5 tahun 2020,” ungkap Dr. Sukarman, M. Eng selaku plt. Ketua STTN pada workshop implementasi kebijakan BAN-PT terkait dengan instrumen akreditasi, konversi dan pemantauan peringkat akreditasi. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Jum’at, 7 Mei 2021 secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting tersebut menghadirkan narasumber Sugiyono, Ph. D, Dewan Eksekutif BAN – PT dengan peserta seluruh pegawai dan karyawan di STTN.
Sugiyono dalam materinya menyampaikan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 pasal 55 ayat 1: akreditasi merupakan kegiatan penilaian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti). Disisi lain, ada tuntutan selain SN Dikti, yaitu SDikti. SDikti = SN Dikti + Standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi, sedangkan SN Dikti adalah kriteria minimal yang harus dipenuhi, sehingga PT harus menetapkan sendiri beraba besar akan melampaui standar tersebut.
“Ada beberapa aturan yang harus dipahami dengan benar, karena jika tidak, akan menyebabkan pemahaman yang tidak berdasar, yaitu tidak usah mengajukan akreditasi, karena akreditasi akan diperpanjang secara otomatis. Hal tersebut harus saya luruskan,” ungkapnya. Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan, bahwa tidak ada terminologi yang menyatakan bahwa ada akreditasi perpanjangan otomatis di sembarang peraturan yang diterbitkan.
Pada pasal 6 Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi menyampaikan, ketika jangka waktu akreditasi 5 tahun berakhir, maka BAN PT akan memperpanjang kembali jangka waktu akreditasi setiap 5 tahun tanpa melalui permohonan perpanjangan akreditasi. “Ini yang orang menyebutnya akan diperpanjang secara otomatis, padahal tidak otomatis, karena perpanjangan baru bisa dilakukan setelah BAN PT melakukan evaluasi, atas ada tidaknya pelanggaran dan ada tidaknya penurunan mutu (pendaftar dan lulusan) selama 5 tahun berturut-turut,” jelasnya. Sugiyono kembali menegaskan agar hal tersebut tidak dimaknai sebagai perpanjangan secara otomatis karena hal tersebut bertentangan dengan UU No 12 tahun 2012 pasal 33 ayat 6, yaitu program studi wajib diakreditasi ulang pada saat jangka waktu akreditasinya berakhir. Menurutnya, Permen tersebut harus dimaknai tentang (1) perubahan nature proses akreditasi dari PT aktif mengajukan usulan akreditasi, menjadi BAN PT aktif melakukan akreditasi, (2) BAN PT harus menjamin peringkat terakreditasi tidak terputus, selama tidak ada pelanggaran dan penurunan mutu, (3) menjadi dasar utama evaluasi BAN PT adalah pemenuhan Standar Dikti (SDikti). “Akreditasi bukan tujuan. Akreditasi merupakan potret sesaat dari perjalanan mutu Perguruan Tinggi, yang akan dievaluasi oleh BAN PT,” ungkapnya lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama, Sugiyono juga menjelaskan tentang instrumen akreditasi, konversi dan pemantauan peringkat akreditasi, yang diakhiri dengan sesi diskusi dengan peserta workshop. (tek)