Yogyakarta-Humas BRIN. Raden Ajeng Kartini merupakan sosok yang dikenal sebagai pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Pemerintah Indonesia menjadikan hari kelahirannya tanggal 21 April sebagai peringatan hari Kartini bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut bertujuan untuk mengenang perjuangan RA Kartini dalam mewujudkan kesetaraan gender antara kaum laki-laki dan perempuan baik dalam bidang pendidikan dan lainnya yang telah diperjuangkannya.
Bidhari Pidhatika, salah satu Kartini masa kini yang menjadi dosen Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia (Poltek Nuklir) menuturkan caranya memaknai hari Kartini di era digital saat ini. “Esensi dari suara sunyi Kartini melalui tulisannya untuk masa ini bukan lagi soal kesetaraan, tetapi pengakuan utuh dalam segala peran yang kita mainkan. Dan yang tidak kalah penting, kita harus bisa menjadi sumber inspirasi dan membuka jalan untuk perempuan-perempuan lainnya,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, dulu Kartini hidup pada zaman ketika perempuan hanya dianggap sebagai konco wingking, teman di belakang layar untuk urusan dapur, rumah tangga, tanpa kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam hal sekolah dan pendidikan. “Namun melalui tulisan-tulisannya, Kartini dengan berani menyuarakan hak perempuan untuk bersekolah. Dari suara sunyi itu, lahirlah perubahan untuk perempuan Indonesia. Hari Kartini merupakan pengingat tentang pentingnya memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, saat ini perempuan Indonesia sudah bisa menjadi professor, menteri, bahkan presiden. “Kita tidak lagi di belakang layar, namun di panggung utama. Kita bisa sekolah setinggi-tingginya, memimpin tim riset dan forum-forum strategis, serta memberikan dampak,” ungkapnya optimis.
Menurutnya, meskipun saat ini kesetaraan antara perempuan dan laki-laki sama, tetap masih ada tantangannya. “Ketika perempuan punya karir cemerlang, masih sering muncul sinisme, seolah-olah ia meninggalkan tugas sebagai istri atau ibu. Padahal, banyak perempuan hebat justru menjalankan peran gandanya dengan luar biasa. Membesarkan anak-anaknya dengan penuh cinta, mendukung keluarga, sambil tetap memberi kontribusi di ruang publik,” jelasnya.
Baginya, menjadi istri dan ibu adalah sebuah kehormatan. “Saya percaya, saya tidak harus memilih, menjadi ibu yang baik atau pendidik yang berdampak. Kita bisa menjadi keduanya, dengan cara kita sendiri,” tandasnya.
Senada dengan Bidhari, Reyna A Assyfa Deyulmar, Mahasiswa Poltek Nuklir yang saat ini juga menjadi duta kampus Poltek Nuklir memaknai Kartini sebagai sosok wanita yang memberikan inspirasi bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak sama untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan lainnya. “Ia adalah inspirasi yang hadir dalam setiap langkah, mampu menghadapi tantangan zaman dengan hati yang kuat, menumbuhkan kemandirian yang mempesona, dan kepedulian terhadap sekitarnya,” ungkapnya.
Sebagai salah satu calon lulusan Poltek Nuklir, Reyna berharap ilmu yang diperoleh dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan pengembangan teknologi nuklir di Indonesia, sekaligus menginspirasi perempuan lain untuk bersinar dalam bidang apa pun. “Kartini masa kini adalah sosok perempuan yang tidak hanya berani bermimpi besar, tetapi juga menyuarakan pendapat dengan penuh keyakinan,” terangnya.
Sementara itu, Risqi Berliana Rahmantari memaknai Kartini masa kini bukan lagi hanya sosok yang memperjuangkan hak belajar. “Kartini masa kini mampu menjadi pemimpin, inovator, kreator, dan penggerak perubahan. Ia hadir di ruang-ruang strategis, di balik rancangan teknologi, di lapangan, dan di balik layar kemajuan bangsa. Ia tidak hanya duduk dan menunggu, tapi bangkit dan bergerak,” terangnya.
Bagi Berliana, Kartini masa kini adalah mereka yang memilih berani. “Menjadi perempuan tidak berarti membatasi langkah, justru menjadi bahan bakar untuk terus menyalakan perubahan. Perempuan tidak hanya bersuara, mereka menyala, membara, dan memberi cahaya bagi masa depan,” pungkasnya. (tek/ed:mn)