Yogyakarta – Humas BRIN. Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia (Poltek Nuklir) BRIN menyelenggarakan Kajian Teknologi bertema Peran Generasi Muda sebagai Agent of Change dalam Mencapai Era Society 5.0 pada Senin, (5/6). Kegiatan yang diikuti oleh mahasiswa Poltek Nuklir tersebut bertujuan untuk menjaga pergaulan anak muda agar tetap produktif. “Kegiatan seperti ini sangat perlu dilakukan untuk membina karakter mahasiswa, serta diharapkan dapat memberikan manfaat dan gambaran bagi kaum muda tentang perkembangan era 5.0,” ungkap Direktur Poltek Nuklir, Zainal Arief.
Direktur yang pernah menjabat di PENS 2013-2021 ini menyampaikan keresahannya atas fenomena sosial atas kondisi gemeasi muda di Philadephia, Amerika Serikat yang terjangkit wabah narkoba jenis Tranq yang menjadikan penggunanya seperti zombie. “Untuk mencegah hal tersebut, penting menjaga pergaulan bagi anak muda,” tegas Zainal.
Dialog ini menghadirkan narasumber Sabrang Mowa Damar Panuluh atau yang lebih dikenal dengan nama Mas Sabrang. Ia memaparkan bahwa perkembangan teknologi yang sangat cepat menjadikan generasi muda harus terus bergerak. “Dua langkah bagi generasi muda untuk menjadi agen perubahan era society 5.0, yaitu aplikasikan pilihanmu dan sadarilah pilihanmu,” jelasnya.
Menurutnya, manusia itu optimalnya mempunyai enam hingga sembilan pilihan. “Semua pilihan itu mempunyai risiko,” jelas Sabrang.
Selain itu, menurutnya setiap manusia juga perlu menyadari tentang pilihannya tersebut untuk menemukan model menjadi Agency of Change. “Dalam kehidupan ini ada dua mental manusia yaitu mental agency dan mental feedback/victim,” paparnya memotivasi peserta.
Ia menambahkan, bagi mental agency yang ada dalam pikirannya adalah solusi. “Sedangkan saat mental feedback/victim yang ada hanya stress, tanpa mencari solusi untuk bergerak,” terangnya.
Sabrang mengibaratkan penggunaan AI yang juga harus diprogram. Program dibuat di komputer, komputer butuh listrik, dan dibutuhkan ahli listrik untuk mengatasi listrik yang mati. Menurutnya, bukan AI yang menggantikan manusia, tetapi AI yang menemani manusia yang menggantikan manusia lainnya. “Tidak masalah dengan adanya AI, manusia tinggal memilih mau mencari solusinya atau hanya berteriak-teriak mengeluh,” pungkasnya. (mq, tek/ed:mn)