(Yogyakarta, 1/7/19). Yogyakarta Istimewa, sebutan tersebut tentulah bukan menjadi slogan semata. Hal tersebut terbukti dengan terpilihnya Yogyakarta sebagai tempat penyelenggaraan Regional Training Course (RTC) selama tiga tahun berturut – turut, dimulai dari tahun 2017. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bersama dengan Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN – BATAN), kembali mendapat kepercayaan dari International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk menyelenggarakan kegiatan semacam ini untuk yang ke keempat kalinya.
Sebanyak 35 peserta dari 19 negara di kawasan Asia Pasifik (Indonesia, Bangladesh, Iran, Jordan, Malaysia, Myanmar, Oman, Filipina, Republik Arab Suriah, Thailand, Republik Kepulauan Marshall, Pakistan, Vietnam, Republik Demokratik Rakyat Laos, China, Sri Lanka, Mongolia, Nepal dan Yaman) selama 5 hari, terhitung sejak tanggal 1 – 5 Juli 2019 melaksanakan pelatihan di Hotel Grand Zuri, Yogyakarta.
Mengangkat tema “Regional Training Course on The Use of Radiation Techniques For Cultural Heritage Preservation and Consolidations”, pelatihan RTC ini menitik beratkan pada pembahasan terkait dengan pemanfaatan / penggunaan radiasi dalam pelestarian warisan budaya.
Mewakili the National Liaison Officer (NLO) IAEA untuk Indonesia, Ros Intan Purbasari dalam sambutannya menyampaikan bahwa RTC ini merupakan salah satu dari kegiatan IAEA Regional Frequent Technical Officer Project RAS 1021 yang telah direncanakan dari tahun 2018.
“Tujuan RTC kali ini adalah menyajikan informasi dan pengalaman dengan perspektif terkini terhadap teknik radiasi untuk konservasi cagar budaya. Selain itu juga untuk membangun koneksi antar peserta serta dapat saling membagikan pengalaman satu sama lain,”jelasnya. Intan juga berharap kepada para peserta agar tidak hanya fokus pada teori pendekatan yang bersifat teknis, namun juga menguatkan jaringan antar negara peserta.
Sementara itu, Edy Giri Rachman Putra selaku Ketua STTN, menyampaikan bahwa baru beberapa waktu yang lalu, mendapat pesan dari perwakilan IAEA Regional untuk dapat mengelola kegiatan RTC ini. Terkait dengan cultural heritage (warisan cagar budaya), maka Yogyakarta sangat tepat untuk menyelenggarakan RTC ini.
Edy juga menyampaikan Yogyakarta sebagai kota yang ”kuat”, dalam arti kuat dari sisi tradisi kebudayaannya dan juga pendidikan, serta didukung keberadaan banyak candi sebagai warisan budaya dunia (UNESCO World Heritages) seperti Borobudur, Prambanan, dan lainnya serta situs purbakala manusia purba Sangiran, dimana ditemukan Homo erectus pithecanthropus. Semua itu menjadikan Yogyakarta menjadi tempat yang tepat dan baik bagi peserta untuk belajar tentang culture heritages. Dengan demikian, “Sangat penting untuk dapat membagi pengetahuan serta pengalaman masing-masing negara peserta tentang pengelolaan culture heritages di negaranya masing-masing kepada peserta lainnya,” imbuhnya. Selain itu, Edy juga berharap peserta dapat menikmati keindahan dan kekhasan kota Yogyakarta.
Pelatihan kali ini, selain mendapatkan pemaparan materi dari nara sumber IAEA (Mr. Laurent Cortella dari Perancis), peserta juga akan mendapat materi dari Ms. Muhayatun (BATAN) terkait dengan monitoring kualitas udara untuk konservasi cagar budaya dan Ms. Widya Nayati (Universitas Gadjah Mada) terkait dengan peran teknologi nuklir / radiasi dalam mempelajari dan melestarikan warisan cagar budaya. Peserta juga diminta untuk menyampaikan pemaparan materi terkait dengan konservasi dan preservasi cagar budaya dari masing-masing negara peserta (country report). Kegiatan dilanjutkan dengan melaksanakan kunjungan ke candi Borobudur dan reaktor Kartini pada hari ke empat pelatihan. (tek/jy)